Senin, 25 April 2016

Bijaksana dengan Spesies Asli, Endemik,Invasif dan Eksotik


   Pengertian spesies Asli (Native Species)
Spesies asli (Native Species) adalah spesies yang mendiami suatu wilayah tanpa campur tangan manusia. kehadiran spesies ini berlangsung secara alamiah.
Spesies asli Indonesia adalah Harimau Sumatera, Jalak Bali dan Rusa Timor.

Pengertian Spesies Endemik (Endemis)
Spesies endemik merupakan gejala alami sebuah biota untuk menjadi unik pada suatu wilayah geografi tertentu. Sebuah spesies bisa disebut endemik jika spesies tersebut merupakan spesies asli yang hanya bisa ditemukan di sebuah tempat tertentu dan tidak ditemukan di wilayah lain. Wilayah di sini dapat berupa pulau, negara, atau zona tertentu.
Contoh spesies endemik adalah Anoa yang hanya bisa ditemukan sebagai spesies alami di Sulawesi saja. Juga Rusa Bawean yang keberadaannya secara alami hanya dijumpai di pulau Bawean, Jawa Timur, Indonesia. Untuk daftar selengkapnya bisa membaca Binatang Endemik Indonesia.
Pada tumbuhan, Ebony ( Diospyrous celebica) adalah spesies endemic Sulawesi.
Perbedaan yang harus diperhatikan adalah spesies asli belum tentu spesies endemik. Namun spesies endemik pastilah spesies asli wilayah tersebut.

Spesies Invasif
Spesies invasif adalah definisi yang menjelaskan tentang spesies yang bukan spesies asli tempat tersebut (hewan ataupun tumbuhan), yang secara luas memengaruhi habitat yang mereka invasi. Makna lain dari spesies invasif adalah spesies, baik spesies asli maupun bukan, yang mengkolonisasi suatu habitat secara masif.
Umumnya, invasi terjadi karena suatu kompetisi. Spesies selalu berkompetisi dengan spesies lain untuk mendapatkan sumber daya sebanyak-banyaknya sehingga salah satu caranya adalah dengan tumbuh dan berkembang biak secepat mungkin. Hal ini cukup mengeliminasi spesies asli dari kompetisi memperebutkan sumber daya. Selain dengan tumbuh dan berkembang dengan cepat, mereka juga melakukan interaksi yang kompleks dengan spesies asli.
Hal yang memengaruhi kecepatan invasi suatu spesies diantaranya:
  • Kemampuan bereproduksi secara aseksual maupun seksual
  • Tumbuh dengan cepat
  • Bereproduksi dengan cepat
  • Kemampuan menyebar yang tinggi
  • Fenotip yang elastis, mampu mengubah bentuk tergantung kondisi terbaru di sekitarnya
  • Toleransi terhadap berbagai keadaan lingkungan
Umumnya, spesies introduksi harus bertahan pada populasi yang sedikit sebelum menjadi invasif. Pada kepadatan populasi yang rendah, akan sulit untuk spesies tersebut untuk berkembang biak dan mempertahankan jumlah.
Spesies introduksi dapat menjadi invasif jika mampu menyingkirkan spesies asli dari persaingan memperebutkan sumber daya seperti nutrisi, cahaya, ruang, air, dan sebagainya. Jika spesies tersebut berevolusi di bawah kompetisi yang sengit dengan tingkat predasi yang tinggi, maka lingkungan baru mungkin membuat spesies tersebut berkembang biak dengan sangat cepat. Namun, kompetisi unilateral dan kepunahan spesies asli serta peningkatan populasi spesies invasif bukan termasuk kompetisi.
Spesies invasif mungkin mampu mengandalkan sumber daya yang sebelumnya tidak mampu dijangkau spesies asli, misalnya air tanah yang dalam yang mampu dijangkau akar spesies invasif yang panjang, atau kemampuan untuk hidup di tanah yang sebelumnya tidak dapat dijadikan habitat. Contohnya adalah Aegilops triuncialis di tanah serpentin California.
Fasilitasi ekologi adalah mekanisme yang dilakukan oleh beberapa spesies dengan menggunakan kemampuan mereka memanipulasi faktor abiotik lingkungan sekitar mereka menggunakan bahan kimia yang mereka produksi. Hal ini menyebabkan lingkungan menjadi kondisi yang sesuai dengan mereka namun tidak cocok bagi spesies asli. Contohnya adalah Centaurea diffusa.
Tumbuhan seperti Bromus tectorum memiliki kemampuan beradaptasi dengan api. Setelah kebakaran lahan usai, spesies ini menyebar dengan cepat. Namun sesungguhnya keberadaan tanaman ini sendiri mempercepat terjadinya kebakaran dengan memproduksi banyak serasah kering selama musim kering sehingga mempercepat terjadinya kebakaran yang menguntungkan penyebaran mereka.
Jenis Asing Invasif dapat menyebabkan kerugian yang nyata secara ekonomi, misalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan kegiatan pencegahan, pengendalian, kehilangan produksi, dan seterusnya. Gulma, salah satu kelompok IAS telah menyebabkan kehilangan hasil pertanian setidaknya 25% dan juga mengakibatkan penurunan kualitas daerah tangkapan ikan pada ekosistem laut dan perairan darat. Contoh lainnya adalah keong emas (Golden Apple Snail, Pomacea canaliculata) yang telah menyebabkan kerugian hampir 1 milyar dollar AS untuk biaya pengendalian dan kehilangan produksi padi di Filipina. Impor ternak dan hasil hutan seringkali juga membawa hama dan penyakit yang dapat mengakibatkan kehilangan hasil pertanian yang nyata pada negara importir.
Bagi Indonesia, pengalaman diserang jenis asing bukan hal baru. Contohnya adalah enceng gondok yang didatangkan hanya karena tertarik pada keindahan bunganya. Spesies ini telah menjadi pengganggu/hama di banyak daerah. Contoh lainnya adalah keong mas (Pomocea canaliculata) yang dintroduksi ke Indonesia pada tahun 1980-an dari asalnya di Amerika Selatan dan sekarang tercacat sebagai hama di hampir semua negara tropis dan subtropis. Moluska ini semula didatangkan sebagai binatang peliharaan untuk akuarium karena diyakini mendatangkan keberuntungan (hoki), tetapi kemudian lepas ke alam.
Akhir-akhir ini, introduksi IAS ke luar habitatnya meningkat tajam yang disebabkan oleh meningkatnya volume transportasi, perdagangan, perjalanan dan turisme, bantuan kemanusiaan, operasi militer internasional, serta kemudahan keluar masuknya komoditi hasil pertanian sebagai akibat globalisasi. Kegiatan-kegiatan tersebut menjadi perantara dan media penyebaran bagi IAS melewati batas biogeografi.Berdasarkan data The Invasive Species Specialist Group/ISSG (2004) terdapat sekitar 100 spesies yang sangat invasif. Di Indonesia tercatat kurang lebih 1800-an spesies flora asing dan beberapa spesies fauna asing telah diintroduksi serta beberapa mikroorganisme yang belum teridentifikasi status dan keberadaannnya.
Spesies eksotik
Kontributor utama terhadap pengurangan dan kepunahan (kedua setelah hilanganya habitat), adalah introduksi spesies bukan alami pada lingkungan baru. Spesies kadang-kadang menginvasi habitat baru secara alami, tetapi eksplorasi dan kolonisasi manusia secara dramatik meningkatkan penyebaran spesies. Bilamana manusia bermukim jauh dari tempat tinggalnya, Mereka secara sengaja mengintroduksi tanaman dan hewan yang telah dibudidayakannya. Banyak spesies lain secara tidak sengaja terangkut ke seluruh dunia. Spesies yang diintroduksi sebagai tindakan manusia dinamakan eksotik, asing, atau spesies tidak asli.
Banyak tanaman dan binatang, misalnya di Indonesia, merupakan eksotik. Demikian juga hama dan penyakit tanaman banyak yang eksotik.

Eksotik mungkin merugikan pada flora dan fauna asli. Mereka sering meninggalkan faktor-faktor yang berkembang bersamanya yang mengendalikan populasi dan penyebarannya. Dalam habitat
barunya mungkin hanya ada sedikit predator atau penyakit, sehingga populasinya tumbuh tak terkendali.

 Mereka sering kali dinamakan eksotik invasif. Organisme yang dimangsa mungkin belum mengembangkan mekanisme pertahanan dan spesies asli mungkin tak dapat berkompetisi dengan baik terhadap ruang dan makanan, sehingga terdesak ke kepunahan.

Tanaman kebanyakan tanaman eksotik yang menimbulkan problem lingkungan sekarang ini adalah diintroduksi secara tidak sengaja, misalnya mendompleng melalui benih tanaman lain yang didatangkan. Tanaman eksotik yang tidak dikehendaki di bidang pertanian dan kehutanan dinamakan gulma. Mikania micrantha diintroduksi ke Indonesia sebagai tanaman penutup tanah (cover crop) di perkebunan.

2.      Batasan
Batasan yang terkait dengan spesies Asli, Endemik, Invasif dan spesies eksotik adalah lebih didasarkan pada peraturan perundang-undangan. Sebagai negara Pihak yang telah meratifikasi Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological Diversity) melalui UU No. 5 Tahun 1994, Indonesia mempunyai kewajiban dalam mengatasi isu yang terkait dengan introduksi spesies asing seperti tertuang dalam artikel 8 (h) CBD yang mewajibkan setiap negara pihak untuk melakukan pemusnahan, pengawasan dan dampak dari spesies asing invasif dengan berpedoman pada perundangan dan pedoman pada tingkat nasional, regional dan internasional.
Berdasarkan COP 11 CBD di Hyderabad-India disepakati bahwa negara Pihak diminta untuk mengatasi ancaman IAS serta membangun kapasitas untuk mencapai Target 9 Aichi Target dengan fokus pada:
(a) penyusunan perangkat dan meningkatkan kapasitas petugas karantina serta instansi berwenang untuk mengidentifikasi  IAS atau berpotensi IAS;
(b) mengkaji risiko dan mengambil langkah-langkah untuk mengelola dan meminimalkan risiko tersebut; serta
(c) mengendalikan dan eradikasi IAS prioritas.
Menilik kompleksnya penanganan IAS, pengelolaan IAS memerlukan koordinasi antar instansi yang terlibat, mulai dari tempat pemasukan sampai dengan daerah tempat IAS tersebut kemudian menetap. Mengingat masih minimnya penelitian tentang dampak ekonomi yang ditimbukan oleh IAS yang ada di Indonesia maka keterlibatan lembaga penelitian maupun perguruan tinggi sangatlah diperlukan.  Selain itu sampai saat ini belum ada payung hukum untuk pengelolaan IAS di Indonesia.


Memaknai spesies asli, endemik, invasif dan eksotik yang telah menjadi bagian dari kehidupan kita adalah seberapa besar kita mendapat dari spesies diatas, tanpa mendatangkan mudharat bagi kehidupan dimasa depan.